Cast :
Han Ye Ri ( 35 tahun )
Lee Jong Suk ( 30 tahun )
Lee Si Young ( 35 tahun )
Song Chang Eui ( 40 tahun )
No Min Woo ( 35 tahun )
*Nama dan karakter lainnya yang ada dalam FF ini hanyalah imajinasi author belaka.
Note:
Ini FF pertama author, jadi pasti bakal banyak banget kekurangannya. Jujur aja, sebenernya kurang pede juga mau bikin FF kayak gini. Karena ini bener-bener pertama kalinya author bikin FF dan dipublikasikan. Gak tau deh gimana nanti hasilnya. Silahkan kalian nilai sendiri. Kalau emang ternyata banyak kekurangan, tolong kasih saran. Tapi saran yang membangun ya! Jangan komen-komen yang bernada nyinyiran! Hati author selembut kapas jadi kalo ada yang nyinyir rasanya langsung perih-perih gimana gitu T_T
Oh iya! Ini FF murni hasil pemikiran author. Jadi tolong jangan di copy sembarangan terus di reupload di tempat lain! Sedih banget tau rasanya kalo hasil kerja keras kita di copy paste sembarangan T_T
Oke deh! Tanpa perlu berlama-lama, silahkan kalian baca sendiri ya FF nya. Silahkan kalo ada yang mau komen yaaa…
Chapter 7
Ye Ri POVSeminggu telah berlalu sejak ayah Jong Suk meninggal. Jong Suk pun sudah mulai ceria lagi seperti biasa. Aku senang sekali melihatnya. Tapi gawatnya, setiap kali melihat Jong Suk tersenyum, hatiku jadi tidak karuan. Setiap kali Jong Suk melakukan skinship denganku, entah disengaja atau tidak, aku selalu merasakan semacam sengatan listrik. Dan jantungku berdebar tidak karuan.
Untungnya ini hari libur, jadi aku tidak perlu bertemu dengan Jong Suk. Apa lagi hari ini dia sedang ada janji dengan teman-temannya saat kuliah dulu, jadi dia pasti akan disibukkan oleh teman-temannya. Mungkin karena sedang libur, aku jadi malas kemana-mana. Jadi aku memutuskan untuk tiduran di rumah saja.
Tiba-tiba bel rumahku berbunyi. Ayah dan ibu sedang pergi keluar. Jadi mau tidak mau, aku yang harus melihat siapa yang datang. Ternyata yang datang Si Young dan Na Rae. Aku membukakan pintu untuk mereka.
Saat masuk, Na Rae langsung memelukku.
“Bibiii….” ucapnya. Aku pun menggendongnya.
“Keponakanku sayaaaannnggg…” ujarku kemudian menciumnya.
“Aku kangen bibi,” ucapnya.
“Benarkah? Bibi juga kangen kamu Na Rae sayang,” ujarku sambil memeluk bocah berusia 7 tahun itu dengan kencang.
Aku menoleh ke arah Si Young. Dia membawa buah-buahan dan sekotak kue. Dia meletakkan buah-buahan di atas meja makan.
“Paman dan bibi kemana?” tanyanya sambil membawa sekotak kue ke ruang tamu.
“Sedang ke rumah teman mereka. Kau mau kubuatkan teh?” tanyaku.
“Tentu saja!” jawabnya sambil memakan kue.
Aku pun menurunkan Na Rae. Bocah kecil itu lari menghampiri ibunya, lalu mengambil sepotong kue dari dalam kotak.
Selesai membuat teh, aku berjalan menuju ke ruang tamu. Si Young dan Na Rae sedang asik makan kue sambil nonton tv.
“Kenapa kau kesini?” tanyaku sambil menyerahkan teh nya.
“Apa aku tidak boleh ke rumah sahabatku?!” tanyanya pura-pura tersinggung. Aku hanya menghela nafas, lalu mengambil sepotong kue.
“Chang Eui oppa kau tinggal sendirian di rumah?” tanyaku sambil makan.
“Iya. Dia bilang hari ini ingin tidur seharian. Aku bosan. Makanya aku mengajak Na Rae kesini,” jawabnya masih sambil menonton tv. Mendadak dia memutar badannya ke arahku.
“Bagaimana dengan Jong Suk?” tanyanya. Aku tersedak mendengar pertanyaannya. Kemudian terbatuk-batuk. Aku minum teh ku untuk meredakan batukku.
“Uhuk..uhuk.. Kenapa kau tiba-tiba menanyakan Jong Suk? Uhuk..” tanyaku masih sedikit batuk.
Dia menatapku dengan senyuman tengil.
“Kau menyukainya kan?” tanyanya.
“Apa? Suka? Aku? Ha! Tidak mungkin!” jawabku.
“Benarkah? Kau yakin?” tanyanya penuh selidik.
“Tentu saja!” jawabku berusaha menyakinkannya. Si Young lalu mengeluarkan hapenya dari dalam tas. Kemudian dia menyerahkan hapenya padaku.
“Tonton ini,” suruhnya.
Aku mengambil hapenya. Ada sebuah video. Dan itu videoku dengan Jong Suk?!
Aku pun langsung menekan tombol play. Ini video kami saat sedang menunggu bis di halte saat mau pulang dari sekolah. Saat itu kami sedang bercanda seperti biasa. Jong Suk mengacak-acak rambutku dengan pelan. Saat dia menoleh ke arah jalan, aku mencuri pandang ke arahnya, lalu tersenyum malu-malu. Kemudian video pun selesai.
Aku tercengang menatap layar hape. Si Young mengambil hapenya dari tanganku.
“Apa kau masih mau mengelak?” tanyanya.
“Dari mana… Dari mana kau mendapatkan video itu?” tanyaku sedikit terbata-bata.
“Ga Eul,” jawab Si Young santai.
“Ga Eul???” tanyaku setengah berteriak.
“Memangnya menurutmu dari siapa lagi?” tanya Si Young.
Dasar anak itu! Menyebalkan! Apa dia bercita-cita menjadi seorang mata-mata???
“Jujur padaku! Kau menyukainya kan?” tanya Si Young memastikan. Aku hanya diam menatapnya. Tidak tahu harus menjawab apa.
“Aku juga tidak tahu. Akhir-akhir ini aku merasa deg-deg an setiap kali melihatnya. Aku juga selalu salah tingkah jika berada dekat dengannya,” jawabku.
Si Young menatapku sebentar, lalu mengatakan, “Jujur saja, aku selalu merasa kalau kau sudah menyukainya sejak lama.”
“Apa maksudmu? Tidak mungkin! Dulu kan aku sudah punya Min Woo!” jawabku.
“Entahlah. Aku merasa kau lebih merasa nyaman dekat dengan Jong Suk daripada dengan Min Woo. Dengan Min Woo, kau selalu berusaha tampil menjadi pacar dan wanita yang sempurna. Tapi saat dengan Jong Suk, kau tampak sangat ‘bebas’ dan ‘lepas’, kau selalu tertawa bahagia saat bersama dengan Jong Suk,” ucap Si Young menjelaskan.
“Coba kau renungkan lagi mengenai isi hatimu yang sebenarnya, aku yakin jauh di dalam lubuk hatimu, sebenarnya kau menyukai Jong Suk. Kau hanya berusaha menyangkal perasaanmu, karena saat itu sudah ada Min Woo di sisimu,” ucap Si Young menatapku dengan wajah serius.
“Jong Suk pria yang baik. Bukankah kau sendiri yang pernah mengatakannya? Dan menurut kami, dia juga pria yang baik. Kami bisa melihat dengan jelas bagaimana dia memperlakukanmu,” ucapnya lagi.
“Kami??” tanyaku bingung. Si Young tersenyum.
“Aku, Ga Eul, ayah, dan ibumu. Kami merasa Jong Suk pria yang tepat untukmu,” ucapnya lagi sambil menggenggam tanganku.
“Aku sudah mengenalmu bertahun-tahun. Aku sudah sangat mengenalmu Ye Ri. Aku bisa lihat sebenarnya kau menyukainya. Semua terlihat jelas dari tatapan matamu kepadanya,”
“Pikirkan baik-baik ucapanku,” ujarnya lagi. Aku terdiam mendengar perkataan Si Young.
“Tapi belum tentu dia juga menyukaiku,” ucapku pelan.
“Kenapa tidak?” tanyanya heran.
“Kau kan bisa lihat betapa menariknya dia. Banyak sekali wanita yang menyukainya. Dia pasti bisa mendapatkan wanita yang jauh lebih muda dan jauh lebih cantik dariku,”
“Lalu?” tanya Si Young lagi.
“Jadi yaaa…tidak mungkin dia menyukaiku!” ucapku setengah berteriak.
Na Rae yang sedang asyik menonton TV, menoleh karena mendengar suaraku. Lalu dia menghampiriku.
“Bibi kenapa? Apa ibu nakal?” tanyanya polos. Aku dan Si Young tertawa medengar pertanyaan bocah kecil ini.
“Bukan sayang. Ibumu tidak nakal. Bibi baik-baik saja,” ucapku sambil mencubit pipinya dengan gemas.
“Na Rae nonton dulu ya sana. Oke sayang?” ucap Si Young. Na Rae mengangguk. Lalu berjalan ke arah tempatnya semula. Dia duduk di atas karpet dan kembali menonton.
“Apa kau bodoh?” tanya Si Young padaku.
“Ap…apa?” tanyaku bingung.
“Apa kau tidak bisa lihat bagaimana selama ini dia memperlakukanmu?”
“Hah?” tanyaku semakin bingung.
“Aigoooo…. Kau bodoh sekali!” ucap Si Young kesal.
“Dia menyukaimu, bodoh!” ucapnya lagi sambil menjitak kepalaku. Aku terbengong mendengar ucapan Si Young.
“Dia menyukaiku?” tanyaku pelan.
“Tidak mungkin,” ucapku lagi.
“Ya Tuhan! Dosa apa aku sampai harus bersahabat dengan orang seperti ini?” tanya Si Young sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
“Sudahlah! Aku mau pulang saja! Lama-lama aku stress bicara denganmu!” ucapnya berdiri.
“Tunggu dulu! Apa kau yakin dia menyukaiku?” tanyaku juga berdiri.
“Tentu saja! Semua orang bisa melihatnya. Hanya kau saja yang tidak bisa melihatnya. Kau benar-benar tidak peka!” ucapnya lagi. Aku melongo dibuatnya.
“Na Rae, ayo pulang nak!” Si Young mengajak Na Rae pulang. Na Rae langsung berdiri dan menghampiri ibunya.
“Bibi, aku pulang dulu ya,” ucapnya lalu mencium pipiku.
“Iya sayang. Nanti kapan-kapan kita main berdua ya!” ucapku mengelus kepalanya.
“Oke bibi!” jawabnya senang.
“Hati-hati di jalan ya. Jangan ngebut-ngebut!” ucapku pada Si Young.
“Iya beres!” jawabnya sambil berjalan keluar.
Sebelum masuk mobil, Si Young menoleh ke arahku.
“Ya! Renungkan kembali ucapanku! Pikirkan baik-baik, oke?” seru Si Young.
“Oke,” jawabku.
Si Young tersenyum lalu melambaikan tangannya padaku, kemudian masuk ke dalam mobilnya.
##########
Malamnya, aku kembali memikirkan semua ucapan Si Young.
Si Young memang benar. selama ini aku memang selalu merasa lebih nyaman saat berada dekat dengan Jong Suk, daripada dengan Min Woo. Aku sering sekali menolak jika Min Woo ingin mengantar atau menjemputku bekerja. Aku lebih suka berangkat dan pulang kerja bersama Jong Suk.
Tanpa kusadari, setiap kali melihat Jong Suk, bibirku selalu menyunggingkan senyum. Setiap melihat Jong Suk di halte dari kejauhan, aku selalu tersenyum bahagia. Setiap melewati kelas yang diajar Jong Suk, aku selalu tersenyum melihatnya dari balik jendela. Setiap Jong Suk ketiduran di bis, aku langsung menyandarkan kepalanya ke pundakku, lalu tersenyum lagi.
Aku juga selalu tidak suka jika melihat dia dekat dengan wanita lain. Setiap ada wanita yang berusaha mendekatinya, aku selalu mencari-cari kejelekan wanita itu. Lalu member tahu Jong Suk mengenai kejelekan-kejelekan yang ada pada wanita itu. Tidak lupa aku juga mengingatkan Jong Suk untuk tidak berkencan dengan wanita semacam itu.
Mungkin selama ini Si Young memang benar. Aku selalu berusaha menyangkal perasaanku karena aku sudah berpacaran dengan Min Woo. Di usiaku yang sudah kepala 3, tentu saja aku ingin segera menikah, karena itu lah aku sangat bahagia saat Min Woo mendekatiku. Kupikir inilah saatku untuk menikah. Kupikir inilah jodoh yang dikirim tuhan untukku. Kupikir Min Woo sangat cocok menjadi calon suami idaman yang pasti akan membuat banyak wanita iri padaku.
Tiba-ptiba hapeku berbunyi. Ada telepon masuk dari Jong Suk. Aku langsung mengambil posisi duduk di tempat tidur.
“Ehem..ehem.. Tes..tes..” aku berdehem mengetes suaraku sebelum mengangkat telepon dari Jong Suk.
“Halo?” ucapku dengan jantung berdebar.
“Nuna? Apa kau sudah tidur?” tanya Jong Suk dari seberang telepon.
“Belum kok. Memangnya kenapa?” tanyaku setenang mungkin.
“Tidak apa-apa. Aku hanya ingin mendengar suara nuna,” jawabnya.
Oh Tuhan! Dia bilang dia hanya ingin mendengar suaraku! Apa Si Young benar? Apa dia memang menyukaiku?
“Bagaimana tadi? Menyenangkan bisa bertemu dengan teman-teman lama?” tanyaku sambil tersenyum malu-malu.
“Sangat menyenangkan! Aku sangat merindukan saat-saat bersama mereka. Mereka masih tidak berubah. Masih konyol seperti dulu,” jawabnya.
Sebenarnya aku ingin bertanya apa saat kuliah dulu dia punya pacar atau tidak. Tapi tidak jadi. Aku takut nanti malah jadi cemburu, dan malah merusak momen kami saat ini.
Dan malam itu pun kuhabiskan dengan bertelepon ria dengan Jong Suk. Sudah satu jam lebih kami berbincang. Kami belum pernah berbicara di telepon sampai selama ini. Pembicaraan kami berakhir karena aku sudah mengantuk.
“Selamat tidur nuna. Mimpi indah ya,” ucap Jong Suk lembut.
“Selamat malam Jong Suk,” balasku sambil tersenyum senang.
Setelah menutup telepon, aku berguling-guling di atas tempat tidur saking senangnya. Aaahhh… Malam yang indah.
##########
Bersambung ke Chapter 8
0 comments:
Post a Comment
Silahkan bagi yang ingin berkomentar ^_^