Cast :
Han Ye Ri ( 35 tahun )
Lee Jong Suk ( 30 tahun )
Lee Si Young ( 35 tahun )
Song Chang Eui ( 40 tahun )
No Min Woo ( 35 tahun )
*Nama dan karakter lainnya yang ada dalam FF ini hanyalah imajinasi author belaka.
Note:
Ini FF pertama author, jadi pasti bakal banyak banget kekurangannya. Jujur aja, sebenernya kurang pede juga mau bikin FF kayak gini. Karena ini bener-bener pertama kalinya author bikin FF dan dipublikasikan. Gak tau deh gimana nanti hasilnya. Silahkan kalian nilai sendiri. Kalau emang ternyata banyak kekurangan, tolong kasih saran. Tapi saran yang membangun ya! Jangan komen-komen yang bernada nyinyiran! Hati author selembut kapas jadi kalo ada yang nyinyir rasanya langsung perih-perih gimana gitu T_T
Oh iya! Ini FF murni hasil pemikiran author. Jadi tolong jangan di copy sembarangan terus di reupload di tempat lain! Sedih banget tau rasanya kalo hasil kerja keras kita di copy paste sembarangan T_T
Oke deh! Tanpa perlu berlama-lama, silahkan kalian baca sendiri ya FF nya. Silahkan kalo ada yang mau komen yaaa…
Chapter 6
Ye Ri POV
Pukul 04.00
Aku terbangun karena mendengar suara jam alarmku. Aku memang sengaja memasang alarm jam segini. Aku ingin bangun pagi untuk menyiapkan sarapan untuk Jong Suk.
Aku menguap sebentar. Lalu bangun dari tempat tidurku. Membuka pintu. Kemudian menuju dapur. Aku akan membuat sarapan yang enak untuknya. Aku akan membuat telur gulung, tofu, ham, dan japchae.
Saat sedang sibuk di dapur, ibu keluar dari kamarnya.
“Apa yang sedang kau lakukan pagi-pagi begini?” tanya ibu dengan wajah mengantuk.
“Aku sedang membuatkan sarapan untuk Jong Suk,” jawabku sambil menggoreng ham. Ibu terkejut mendengar jawabanku. Dia langsung mendekatiku.
“Apa? Kenapa? Tumben? Kau bahkan tidak pernah membuatkan sarapan untuk Min Woo?” tanya ibu menginterogasiku.
Ah! Ibu benar. Selama dua tahun berkencan dengan Min Woo, aku memang tidak pernah membuatkan sarapan untuknya. Paling-paling aku hanya pernah membuatkan kimbab atau sandwich untuknya. Atau bubur saat dia sedang sakit.
“Yaaa… Nggak apa-apa kan bu? Aku hanya kasihan padanya. Ibunya sedang tidak ada di rumah. Makanya aku ingin membuatkan sarapan untuknya,” jawabku.
“Memang ibunya kemana?” tanya ibu sambil mencicipi japchae buatanku.
“Ibunya di Busan. Ayahnya Jong Suk meninggal. Jadi kemarin dia dan ibunya pulang ke Busan. Tapi semalam Jong Suk disuruh ibunya kembali ke Seoul. dia kan harus bekerja. Ibunya tetap disana. Jong Suk dan ibunya kan sudah lama tidak pulang ke Busan, jadi ibunya pasti sangat merindukan keluarga dan kampung halamannya,” jawabku masih sibuk menggoreng telur.
“Ayahnya Jong Suk meninggal??” tanya ibu kaget.
“Iya bu,” jawabku.
“Dia pasti sedih sekali ya? Walau bagaimana pun, dia tetaplah ayahnya,” ucap ibu. Aku memang pernah mengatakan pada orang tuaku mengenai kondisi keluarga Jong Suk.
“Apa ada yang bisa ibu bantu?” tanya ibu.
“Tidak usah bu. Sebentar lagi selesai. Aku juga membuatkan sarapan untuk ayah dan ibu. Jadi, hari ini ibu tidak perlu memasak sarapan lagi,” jawabku tersenyum.
“Aigoo…aigoo…..aigoo… Kau memang anak yang baik,” ujar ibu sambil membelai kepalaku.
“Tentu saja!” seruku lalu tertawa.
##########
Aku sedang dalam perjalanan menuju rumah Jong Suk. Jaraknya tidak terlalu jauh. Paling hanya memakan waktu 7 menit berjalan kaki.
Aku teringat dengan kejadian semalam. Setelah dia puas menangis dalam pelukanku, dia pun pamit pulang.
“Aku pulang dulu nuna,” ucapnya sambil berdiri. Dia menyodorkan tangannya ke arahku. Aku memegangnya, lalu dia menarikku berdiri.
“Kau sudah tidak apa-apa?” tanyaku khawatir.
“Tidak apa-apa nuna. Selama perjalanan ke busan, selama berada di busan, dan selama perjalanan kemari, aku berusaha keras untuk menahan air mataku. Sekarang karena aku sudah menangis, aku merasa lumayan lega,” ucapnya sambil kedua tangannya memegang bahuku.
“Terima kasih nuna,” ucapnya lagi sambil tersenyum.
“Nuna masuklah. Aku akan segera pulang kalau nuna sudah masuk,”
Aku masih menatapnya khawatir.
“Kau sungguh tidak apa-apa Jong Suk?”
“Sungguh! Sudahlah jangan khawatir lagi nuna. Cepat masuk sana,” pintanya. Tapi aku masih tidak bergeming. Aku masih sangat mengkhawatirkannya.
“Kenapa lagi? Nuna masih khawatir?”
“Tentu saja! Aku sangat mengkhawatirkanmu! Kau tidak menghubungiku seharian. Kupikir terjadi sesuatu yang buruk padamu. Dan saat melihatmu dalam keadaan seperti ini, aku menjadi semakin khawatir,” ucapku dengan suara bergetar seperti akan menangis.
Jong Suk tersenyum melihatku.
“Lalu nuna ingin bagaimana? Apa nuna ingin menemaniku di rumahku? Berdua saja?” tanyanya bercanda.
“Ya!” aku membentaknya. Aku bisa merasakan pipiku memanas. Ada rasa malu dalam hatiku saat dia mengatakan itu.
“Hahahahahaha.... Aku kan hanya bercanda nuna,” ucapnya tertawa.
“Kalau begitu nuna masuk sana. Aku juga sudah mengantuk,” katanya lagi sambil mengelus kepalaku.
“Baiklah, aku masuk dulu. Kau hati-hati pulangnya. Langsung pulang lho! Jangan mampir kemana-mana! Sampai rumah, kau harus mem-video call ku. Jadi aku tahu kau bohong atau tidak!” seruku. Jong Suk tertawa kecil mendengarnya.
“Araseo…araseo nuna… Sudah sana masuk,” pintanya lagi.
Aku pun menurutinya. Sampai di pintu depan, aku menoleh ke arahnya, lalu melambai. Setelah itu aku masuk ke dalam.
Tidak terasa aku sudah sampai di depan rumah Jong Suk. Aku memncet bel rumahnya, tapi tidak ada tanggapan. Apa dia masih tidur? Aku mengambil hapeku dari tas, lalu meneleponnya. Setelah beberapa deringan, Jong Suk mengangkatnya.
“Halo?” jawab Jong Suk. Suaranya serak. Sepertinya dia masih tidur.
“Kau masih tidur ya? Ayo bangun! Ini sudah jam pagi,”
“Hhmm…” jawabnya malas.
“Ayo cepat bangun! Dan bukakan pintunya! Aku di depan rumahmu,” ucapku lagi. Hening sesaat.
“Apa?” tanyanya kaget.
“Nuna di depan rumahku?” tanyanya lagi.
“Iya! Cepat buka pintunya,” suruhku.
Aku bisa dengar melalui telepon kalau dia sedang berlari. Kemudian pintu rumahnya terbuka.
“Nuna???” dia tampak kaget melihatku.
“Apa yang sedang kau lakukan pagi-pagi begini?” tanyanya sambil membukakan pagar.
“Tada! Aku membawakan sarapan untukmu,” ucapku sambil menunjukkan bungkusan rantang yang kubawa. Dia tersenyum melihatnya.
“Masuklah,” ucapnya mempersilahkanku masuk.
Aku masuk ke dalam rumahnya, lalu menuju ruang makan.
“Cepat mandi. Aku akan menyiapkan sarapannya,” ucapku sambil membuka bungkusan yang kubawa.
“Oke nuna!” jawabnya sambil menuju kamar mandi.
***
Kurang lebih 25 menit, Jong Suk keluar dari kamarnya, lalu menuju ruang makan.
“Hhhmmm…. Baunya enak sekali!” seru Jong Suk.
“Ayo cepat makan! Setelah ini kita berangkat,” ucapku.
Jong Suk langsung makan dengan lahap.
“Waaahhh… Enaknyaaa… Nuna yang memasak ini semua?” tanyanya dengan mulut penuh.
“Tentu saja! Makanlah yang banyak,” ucapku sambil tersenyum. Dia tersenyum padaku lalu lanjut makan.
Selesai sarapan, aku mencuci piring, dan Jong Suk berdiri di sampingku. Tiba-tiba Jong Suk tersenyum sambil mendengus pelan.
“Kenapa?” tanyaku.
“Hhmm?” Jong Suk menoleh ke arahku.
“Ah! Tidak apa-apa nuna,” jawabnya sambil tetap tersenyum.
“Kau pasti bohong. Kenapa? Ayo jawab!” seruku sambil mencubit tangannya pelan.
“Aaaaa…. Baiklah, baiklah. Akan kujawab,” ucap Jong Suk akhirnya.
“Tadi aku hanya berpikir kalau kita seperti pasangan pengantin baru,” jawabnya sambil menatapku.
Aku mendadak terdiam mendengarnya. Yang bisa kulakukan hanyalah mengerjap-ngerjapkan mata sambil menatapnya.
“Nuna kenapa?” tanya Jong Suk bingung. Aku pun kemudian tersadar.
“Ah… Bukan apa-apa,” jawabku sambil membuang muka. Jantungku rasanya berdegup kencang.
Oh tuhan! Apa ini? Kenapa aku jadi begini?
“Nuna baik-baik saja? Apa nuna sakit? Kenapa wajah nuna memerah?” tanyanya sambil memegang dahiku.
“Aku tidak apa-apa! ayo cepat berangkat! Aku sudah selesai cuci piring nih!” seruku sambil beranjak pergi meninggalkannya. Aku bisa lihat dia sedang menatapku dengan tatapan heran. Aku malu sekali! Jantungku tidak berhenti berdetak. Ada apa denganku?
Tiba-tiba aku teringat dengan pertanyaan Ga Eul.
“Bibi menyukai Pak Jong Suk ya?”
Apa aku memang menyukai Jong Suk? Benarkah???
##########
Bersambung ke Chapter 7
0 comments:
Post a Comment
Silahkan bagi yang ingin berkomentar ^_^