Cast :
Han Ye Ri ( 35 tahun )
Lee Jong Suk ( 30 tahun )
Lee Si Young ( 35 tahun )
Song Chang Eui ( 40 tahun )
No Min Woo ( 35 tahun )
*Nama dan karakter lainnya yang ada dalam FF ini hanyalah imajinasi author belaka.
Note:
Ini FF pertama author, jadi pasti bakal banyak banget kekurangannya. Jujur aja, sebenernya kurang pede juga mau bikin FF kayak gini. Karena ini bener-bener pertama kalinya author bikin FF dan dipublikasikan. Gak tau deh gimana nanti hasilnya. Silahkan kalian nilai sendiri. Kalau emang ternyata banyak kekurangan, tolong kasih saran. Tapi saran yang membangun ya! Jangan komen-komen yang bernada nyinyiran! Hati author selembut kapas jadi kalo ada yang nyinyir rasanya langsung perih-perih gimana gitu T_T
Oh iya! Ini FF murni hasil pemikiran author. Jadi tolong jangan di copy sembarangan terus di reupload di tempat lain! Sedih banget tau rasanya kalo hasil kerja keras kita di copy paste sembarangan T_T
Oke deh! Tanpa perlu berlama-lama, silahkan kalian baca sendiri ya FF nya. Silahkan kalo ada yang mau komen yaaa…
Chapter 5
Ye Ri POVHari ini aku bangun dengan perasaan bahagia. Entah kenapa sejak semalam, aku merasa selalu ingin tersenyum. Ibu pun menggodaku saat sarapan.
“Yobo, sepertinya anak kita sudah tidak patah hati lagi. Apa mungkin dia sudah menemukan penggantinya?” tanya ibu melirik ayahku. Ayahku hanya tersenyum mendengar pertanyaan ibuku.
“Apa maksud ibu? Memangnya siapa pengganti yang ibu maksud?” tanyaku.
“Siapa lagi kalau bukan Jong Suk?” tanya ibu lagi.
“Eeeeyyyy…. Itu tidak benar. Dia hanya rekan kerjaku di sekolah,” jawabku.
“Benarkah? Kau yakin tidak memiliki perasaan apapun terhadapnya?” ibu semakin menggodaku.
“Tidak ibuuuu…. Sudah ah, aku mau berangkat,” ucapku pura-pura ngambek.
Selama perjalanan menuju halte bis, aku terus bersenandung.
Benarkah yang ibu bilang? Apa aku bisa sebahagia ini karena Jong Suk? Eeeeyyyy…. Tidak mungkin! Jong Suk hanyalah rekan biasa. Dia bahkan lebih muda 5 tahun dariku. Aku hanya menganggapnya sebagai adik. Tidak lebih! Lagipula mana mungkin pria semuda dan setampan dia mau denganku yang sudah tua ini? Tidak mungkin!
Sampai di halte, aku langsung duduk. Aku menunggu Jong Suk. Begini lah rutinitas kami sehari-hari. Kami akan saling tunggu di halte saat pagi hari. Lalu pulangnya kami akan pulang bersama.
Aku sudah menunggunya selama 10 menit, tapi Jong Suk belum datang. Padahal sebentar lagi bis nya akan datang. Aku harus meneleponnya. Mungkin saja dia kesiangan. Aku memencet nama Jong Suk di hapeku.
“Nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi,” jawab operator.
Hapenya mati? Tapi kenapa? Aku mencoba menghubunginya lagi. Tapi tetap saja yang menjawab operator.
Bis yang akan kunaiki datang.
“Sepertinya pagi ini aku harus berangkat sendiri. Toh nanti kami pasti ketemu di sekolah,” pikirku.
Aku pun naik bis seorang diri. Tapi entah kenapa kali ini rasanya ada yang kurang. Aku sudah terbiasa berangkat dengan Jong Suk. Aku memang pernah beberapa kali diantar oleh Min Woo, tapi aku memang lebih sering pergi dengan Jong Suk. Entah kenapa aku lebih suka berangkat dengan Jong Suk. Dan kali ini, aneh sekali rasanya jika aku berangkat sendirian seperti ini. Mood ku yang awalnya senang, mendadak jadi tidak sesenang tadi.
##########
Ding Dong Ding Dong Ding Dong…
Bel masuk sudah berbunyi, tapi Jong Suk masih belum datang. Kemana dia sebenarnya. Aku mencoba menghubungi dia lagi, tapi hapenya masih belum aktif.
“Jong Suk kemana Ye Ri?” tanya Pak Suk Hwan, kepala sekolah kami.
“Saya juga tidak tahu pak. Tadi saya coba untuk menghubungi dia, tapi hapenya tidak aktif,” jawabku.
“Hhmm… Aneh sekali. Tidak biasanya dia seperti ini,” ucap Pak Suk Hwan sambil masuk ke ruangannya. Setelah itu, aku langsung berjalan menuju kelasku.
Selama mengajar, pikiranku benar-benar tidak konsen. Aku terus memikirkan Jong Suk. Ada apa sebenarnya dengan anak itu?
Saat istirahat siang, aku mencoba menghubungi dia lagi. Tapi jawabannya tetap sama. Dari operator. Aku mulai khawatir.
“Bibi kenapa?” tanya Ga Eul menghampiriku yang sedang termenung memikirkan Jong Suk di ruang guru.
“Bukan apa-apa,”jawabku sambil tersenyum.
“Kau kesini ingin mengantarkan tugas dari teman-teman sekelasmu kan?” tanyaku padanya.
“Iya,” jawabnya sambil menyerahkan tumpukan buku.
“Bibi benar-benar tidak apa-apa?” tanyanya lagi menatapku.
“Bibi tidak apa-apa. Memangnya kenapa? Kau ingin mengadukannya lagi pada Si Young?” tanyaku sambil menyipitkan mataku.
“Hehehe… Aku kan mengkhawatirkan bibi,” jawabnya sambil cengengesan.
“Pak Jong Suk kemana bi? Tidak masuk?” tanya Ga Eul saat melihat meja Jong Suk yang kosong.
“Entahlah… Bibi juga tidak tahu. Bibi sudah berusaha menghubunginya, tapi hapenya tidak aktif,” jawabku sambil menatap mejanya.
Ga Eul menatapku,aku menoleh ke arahnya.
“Kenapa?” tanyaku.
“Bibi sejak tadi memikirkan Pak Jong Suk? Bibi mengkhawatirkannya ya?” tanyanya balik.
Dari mana anak ini bisa tahu? Apa dia punya indera keenam?
“Bibi menyukai Pak Jong Suk ya?” tanyanya lagi.
Aku terkejut mendengar pertanyaannya.
“Apa-apaan pertanyaanmu itu? Tentu saja tidak! Dia rekan kerjaku. Aku sudah menganggapnya sebagai adikku sendiri. Jadi, mana mungkin aku menyukainya!” jawabku cepat. Aku berusaha menjawab pertanyaannya setenang mungkin, tapi aku bisa merasakan pipiku panas.
Ga Eul tersenyum tengil mendengar jawaban dan melihat reaksiku.
“Araseo... Aku pergi dulu ya bibi. Teman-temanku sudah menunggu di kantin. Dadah bibiiii….” ucapnya sambil melambaikan tangannya, lalu pergi dari ruang guru.
Tinggal aku yang terdiam di ruang guru. Pipiku masih terasa panas. Aku memegangi pipiku. Ada apa sebenarnya dengan diriku?
##########
Saat pulang kerja aku berusaha menghubungi Jong Suk lagi. Tapi lagi-lagi operator yang menjawab. Aku merasa sangat khawatir. Aku takut terjadi sesuatu hal yang buruk padanya. Karena itu lah, kuputuskan untuk mendatangi rumahnya. Aku memang pernah mengunjungi rumahnya saat dia sakit dulu. Kebetulan saat itu juga ada ibunya, jadi aku sekalian berkenalan dengan ibunya.
Sesampainya di depan rumah Jong Suk, aku langsung memencet bel. Tapi tidak ada jawaban. Aku mencoba memencet bel lagi. Tapi tetap tidak ada jawaban. Apa dia pergi dengan ibunya? Tapi kemana? Kenapa dia tidak mengabariku?
Aku tersentak. Memangnya aku siapa? Kenapa pula dia harus mengabariku jika dia ingin bepergian.
Aaaaahhhhh….. Sepertinya ada yang tidak beres dengan otakku. Aku memukul-mukul kepalaku sendiri.
Aku terdiam sesaat, tidak tahu harus bagaimana lagi. Akhirnya kuputuskan untuk pulang.
##########
Pukul 22.10
Aku mencoba menghubungi Jong Suk lagi. Tapi lagi-lagi hapenya masih tidak aktif. Aku menghempaskan tubuhku ke tempat tidur.
“Kemana dia? Apa dia baik-baik saja? Kenapa hapenya tidak aktif? Kenapa dia tidak menghubungiku? Ada apa sebenarnya dengannya?” berbagai macam pertanyaan berputar dalam otakku. Tapi tidak ada satupun pertanyaan yang bisa kujawab.
Tiba-tiba hapeku berbunyi. Aku langsung mengambil hapeku di meja. Aku membaca nama penelepon.
JONG SUK!!!
Akhirnya dia menghubungiku. Aku langsung menjawab teleponnya.
“Ya! Kau dari mana saja?! Aku menghubungimu dari tadi. Kau dimana? Kau tidak apa-apa? kenapa baru menghubungiku?” tanyaku bertubi-tubi.
“Nuna… Bisakah kau keluar sebentar? Aku ada di depan rumahmu,” jawabnya pelan.
“Apa? Kau di depan rumahku?” tanyaku kaget.
“Iya,” jawabnya masih dengan suara pelan.
Mendengar suaranya, aku tahu ada sesuatu yang tidak beres terjadi padanya. Aku pun langsung berlari ke depan menghampirinya. Aku membuka pintu pagar. Dan dia sedang dalam posisi duduk di samping pintu pagarku sambil menundukkan kepala.
“Jong Suk-ah? Kau kenapa?” tanyaku jongkok di sampingnya. Dia memakai setelan jas hitam. Tumben sekali dia berpakaian seperti ini? Biasanya jika mengajar dia hanya mengenakan kemeja.
Dia menoleh ke arahku.
“Nuna… Ayah yang sangat kubenci itu sudah meninggal. Hahaha…” dia tertawa tapi air matanya menetes dari matanya yang bening itu. Aku terkejut mendengarnya. Tanpa mengatakan apapun, aku langsung memeluknya.
“Dia sudah tiada nuna. Pria yang kubenci sudah tidak ada lagi di dunia ini. Dia sudah meninggalkanku. Aku tidak akan bisa lagi melihatnya…” Jong Suk menangis dalam pelukanku. Dia kemudian memelukku. Aku pun memeluknya semakin erat.
Hatiku kembali terasa sakit melihat dia menangis seperti ini, persis seperti rasa sakit yang kurasakan seperti kejadian 2 tahun yang lalu.
“Menangislah. Menangislah Jong Suk. Aku disini. Aku ada disini untukmu. Aku akan selalu ada untukmu,” ucapku sambil mengelus kepalanya dengan lembut.
##########
Bersambung ke Chapter 6
0 comments:
Post a Comment
Silahkan bagi yang ingin berkomentar ^_^