Cast :
Han Ye Ri ( 35 tahun )
Lee Jong Suk ( 30 tahun )
Lee Si Young ( 35 tahun )
Song Chang Eui ( 40 tahun )
No Min Woo ( 35 tahun )
*Nama dan karakter lainnya yang ada dalam FF ini hanyalah imajinasi author belaka.
Note:
Ini FF pertama author, jadi pasti bakal banyak banget kekurangannya. Jujur aja, sebenernya kurang pede juga mau bikin FF kayak gini. Karena ini bener-bener pertama kalinya author bikin FF dan dipublikasikan. Gak tau deh gimana nanti hasilnya. Silahkan kalian nilai sendiri. Kalau emang ternyata banyak kekurangan, tolong kasih saran. Tapi saran yang membangun ya! Jangan komen-komen yang bernada nyinyiran! Hati author selembut kapas jadi kalo ada yang nyinyir rasanya langsung perih-perih gimana gitu T_T
Oh iya! Ini FF murni hasil pemikiran author. Jadi tolong jangan di copy sembarangan terus di reupload di tempat lain! Sedih banget tau rasanya kalo hasil kerja keras kita di copy paste sembarangan T_T
Oke deh! Tanpa perlu berlama-lama, silahkan kalian baca sendiri ya FF nya. Silahkan kalo ada yang mau komen yaaa…
Chapter 3
Ye Ri POVAku dan Jong Suk sedang menunggu bis di halte.
“Jadi? Ada apa dengan nuna sebenarnya?” Tanya Jong Suk.
Aku menatapnya, lalu menghela nafas.
“Nanti saja aku cerita,”
“Kenapa kau selalu menjawab begitu? Aku ingin tahu. Ceritakan padaku sekarang!” pintanya. Aku terdiam sesaat.
“Ikut aku,” aku menariknya menjauh dari halte bis. Aku mengajaknya ke kedai soju.
“Nuna mau minum?” tanyanya.
“Iya. Hari ini aku ingin minum sepuasnya. Mumpung besok libur.”
“Bibi! Kami pesan soju 3 botol!” seruku pada pemilik kedai.
“Apa-apaan? Untuk apa minum sampai 3 botol? 2 botol saja kan cukup.” Ujar Jong Suk.
“Hari ini aku ingin mabuk-mabukan,” kataku sambil tertawa.
“Nuna, kau sebenarnya kenapa?”
“Nanti saja lah. Aku masih ingin minum dulu,” jawabku.
Pesananku sudah dating. Aku langsung meminumnya.
“Aaaahhhh…. Enak sekali!” seruku. Jong Suk menatapku dengan raut wajah khawatir.
###########
Author POV
3 botol soju sudah habis. Jong Suk hanya minum 1 botol. Dan sisanya dihabiskan oleh Ye Ri.
“Bibi! Aku minta 1 botol lagi!” seru Ye Ri mabuk.
“Aish nuna! Tidak usah bibi! Kami mau pulang,” ujar Jong Suk.
Setelah membayar pesanannya, Jong Suk menggendong Ye Ri. (gendong belakang)
“Ayo kita pulang nuna,” ajak Jong Suk sambil menggendongnya. Ye Ri menurutinya. Mereka keluar dari kedai lalu langsung menuju halte.
Sampai di halte. Jong Suk menurunkan Ye Ri. Jong Suk dan Ye Ri duduk di kursi halte. Jong Suk menyandarkan kepala Ye Ri ke pundaknya. Sambil mengenggam tangan Ye Ri, dia bertanya, “Ada apa sebenarnya denganmu nuna? Kau membuatku khawatir.”
Saat bis nya datang, Jong Suk kemudian menggendong Ye Ri lagi. Setelah masuk dan duduk di dalam bis, Jong Suk kembali menyandarkan kepala Ye Ri ke pundaknya dengan hati-hati. Kemudian dia mengenggam tangan Ye Ri lagi. Dia tidak melepasnya sampai mereka sampai di halte tujuan mereka.
Setelah turun dari bis, lagi-lagi Jong Suk menggendong Ye Ri menuju rumah gadis itu. Tapi saat mereka sudah dekat dengan rumah, Ye Ri tiba-tiba menangis.
“Kenapa kau memutuskanku Min Woo-ya? Apa salahku? Kenapa kau tega sekali?” tanya Ye Ri terisak.
Jong Suk menghentikan langkahnya. Dia terkejut mendengar ucapan Ye Ri.
“Apa? Kalian putus?” tanyanya pada Ye Ri.
“Kenapa aku selalu dicampakkan oleh pria?” tanya Ye Ri menangis.
Jong Suk terdiam mendengarnya.
“Omo! Ye Ri-ya?!” Si Young berlari menghampiri mereka berdua.
“Ada apa dengannya? Apa dia mabuk?” tanyanya pada Jong Suk.
“Iya nuna,” jawab Jong Suk.
Si Young mengamati Ye Ri.
“Lalu kenapa dia menangis?” tanyanya lagi. Jong Suk menatap Si Young.
“Lebih baik nanti nuna tanyakan saja padanya,” jawabnya.
“Oke, baiklah. Kalau begitu tolong bawa dia masuk ke kamarnya ya Jong Suk,” pinta Si Young.
“Baik Nuna,”
Sesampainya di kamar, Jong Suk, menurunkan Ye Ri pelan-pelan ke atas tempat tidurnya.
“Ya Tuhanku, ada apa sebenarnya dengan anak ini?” tanya ibu Ye Ri cemas.
“Apa dia mengatakan sesuatu padamu Jong Suk?” tanya Si Young.
“Nuna memang mengatakan sesuatu, tapi menurutku akan lebih baik jika dia yang mengatakan secara langsung pada kalian,” jawab Jong Suk bijak. Dia merasa dia tidak berhak mengatakan hal itu pada Si Young ataupun pada orang tua Ye Ri.
“Baiklah, aku mengerti,” jawab ayah Ye Ri.
“Kalau begitu, aku permisi dulu paman, bibi, nuna.” pamit Jong Suk.
“Terima kasih Jong Suk. Kau pasti lelah. Maaf kami telah merepotkanmu,” ucap ayah Ye Ri.
Ayah dan ibu Ye Ri memang sudah kenal dengan Jong Suk. Itu karena Ye Ri sering kali bercerita kepada orang tuanya mengenai Jong Suk. Sehingga orang tuanya penasaran dan mengundang Jong Suk makan di rumah mereka. Karena itu lah orang tua Ye Ri bisa mengenal Jong Suk.
“Tidak apa-apa paman. Aku pasti akan membantu sebisaku. Aku pulang dulu paman,”ujar Jong Suk lalu membungkuk pada mereka.
“Hati-hati di jalan, nak.” kata ibu Ye Ri.
“Baik bibi,” jawab Jong suk sopan.
“Kalau begitu aku juga pamit paman, bibi. Besok aku akan kesini lagi,” ucap Si young.
“Maaf ya Si Young. Kau sudah menunggunya lebih dari sejam. Tapi dia malah pulang dalam kondisi mabuk-mabukan seperti ini.”
“Tidak apa-apa bibi. Kan besok aku bisa datang lagi. Kalau begitu aku pulang ya paman, bibi.” pamit Si Young sopan.
##########
Ye Ri POV
Besoknya aku terbangun dengan kepala agak pusing.
“Ini pasti karena aku mabuk-mabukan semalam,” batinku.
Aku melangkah keluar dari kamarku. Saat aku membuka pintu, aku melihat Si Young sedang bersenda gurau dengan ibuku di ruang makan.
“Oh! Kau sudah bangun?” tanya Si Young.
“Hhmm…” jawabku.
“Makanlah sup ini dulu. Si Young yang membawanya tadi. Ini akan sedikit meredakan mabukmu,” ujar ibuku sambil menyodorkan sup haejangguk.
Aku memakannya pelan-pelan.
“Kau ini kenapa? Tumben sekali mabuk?” tanya ibuku khawatir.
“Aku putus dengan Min Woo bu,” jawabku pelan.
“Apa?!” tanya mereka bersaman.
“Kok bisa? Kenapa? Dia selingkuh? Atau jangan-jangan kau yang selingkuh ya?” tanya Si Young.
Aku melotot pada Si Young, “Ya! Kalau aku yang selingkuh, tidak mungkin aku akan nelangsa seperti ini!”
“Ah… Kau benar,” ujarnya.
“Lalu kenapa kalian bisa putus?” tanya ibu.
“Dia bilang dia sudah tidak mencintaiku lagi bu,” jawabku sambil tetap makan.
“Alasan macam apa itu?!” tanya Si Young emosi.
“Dia pasti selingkuh! Aku yakin! Kau harus mencari tahu kebenarannya!” seru Si Young berapi-api.
“Sudahlah, biarkan saja. Aku sudah tidak ada tenaga untuk melakukan itu,” ucapku.
Sebenarnya aku juga berpikir sama seperti Si Young. Sepertinya Min Woo sudah berselingkuh. Aku pun teringat dengan kejadian saat kami makan malam, saat aku mencoba mengangkat telepon dari Do Hyun. Apa mungkin itu seorang wanita? Apa mungkin nama itu hanyalah nama samaran belaka agar aku tidak curiga? Entahlah! Aku tidak mau memikirkannya lagi.
Aku menatap ibu yang terdiam.
“Kenapa bu?” tanyaku.
“Kupikir kalian akan segera menikah. Usiamu sudah tidak muda lagi Ye Ri. Sudah saatnya kau menikah,” jawab ibuku. Aku terdiam mendengar ucapan ibuku. Aku mendadak jadi kenyang. Aku merasa bersalah pada ayah dan ibu. Mereka pasti ingin segera melihatku menjadi seorang pengantin, dan ingin segera memiliki cucu.
“Sudahlah ibu. Mungkin dia memang jodohku,” ucapku.
“Bibi tidak usah sedih. Lebih baik dia putus dengan Min Woo. Pria semacam itu tidak pantas untuk Ye Ri!” seru Si Young.
Ibuku hanya tersenyum mendengar Si Young. Ibu lantas berdiri, lalu berjalan masuk ke kamarnya.
“Maafkan aku ibu,” ucapku dalam hati.
“Ya!” seru Si young padaku.
“Kau tidak perlu menangisinya lagi. Sejak awal aku sudah tidak suka dengan hubungan kalian. Dia bukan pria yang baik. Aku tidak mau kau terluka hanya gara-gara pria seperti dia. Kau pasti bisa mendapatkan pria yang jauh lebih baik dari dia. Percayalah padaku!” ucapnya berusaha menghiburku.
“Gumawo chingu-ya,” ucapku tersenyum sambil menggenggam tangannya. Dia tersenyum menatapku.
“Bagaimana kalau hari ini kita shopping?” tanyanya.
“Memangnya kau tidak dicari suami dan anakmu?” tanyaku.
“Biarkan saja. Aku sudah meminta oppa untuk tidak menggangguku hari ini. Bagaimana? Kau mau?”
“Kalau kau tidak sibuk ya tidak masalah,” ucapku.
“Kalau begitu cepat habiskan sup mu. Lalu kau mandi. Dandan yang cantik. Kemudian kita berang…” ucapan Si Young terhenti karena hapenya berbunyi.
“Oppa? Padahal aku sudah bilang untuk tidak menggangguku hari ini,” ucapnya sambil melihat ke layar hapenya.
“Angkatlah! Siapa tahu penting,” ucapku. Si Young menurut.
“Ada apa yobo?” tanyanya. Dia terdiam sejenak mendengarkan suaminya berbicara di telepon.
“Apa? Kenapa mendadak? Baiklah. Aku akan segera pulang,” ucap Si Young sambil menutup telepon.
“Ye Ri maafkan aku. Mendadak mertuaku datang ke rumah. Sekarang mertuaku sudah dalam perjalanan,”
“Pulanglah. Aku tidak mau kau dimarahi mertuamu hanya gara-gara aku,”
“Kau tidak marah?”
“Untuk apa aku marah? Pulanglah. Aku tidak apa-apa.”
“Mian,” ucapnya memelas. Aku tertawa melihatnya.
“Nanti aku akan meneleponmu. Pokoknya kau tidak boleh menangis gara-gara pria brengesek itu lagi, oke?”
“Oke,”
“Janji?” dia menyodorkan jari kelingkingnya padaku.
“Janji!” ucapku sambil mengaitkan jari kelingkingku ke jari kelingkingnya. Ini memang sudah menjadi kebiasaan kami sejak SMA.
“Baiklah kalau begitu. Aku pulang dulu ya. Jangan lupa habiskan sup mu!” perintahnya sambil berdiri dari kursinya.
“Baik nyonya. Sampaikan salamku untuk Chang Eui oppa dan keponakan kesayanganku Na Rae. Ah! Untuk mertuamu juga!” ujarku sembari berjalan keluar untuk mengantarnya ke depan rumah.
“Siap bos!” serunya lalu masuk ke dalam mobil. Si Young menyalakan mobilnya lalu pergi.
Aku masuk ke dalam rumah. Kulihat ayah sedang menonton tv di ruang keluarga.
“Ayah tadi kemana?” tanyaku sambil menuju ruang makan.
“Di kamar,” jawab ayahku singkat.
“Apa ibu sudah memberi tahu ayah?” tanyaku menatap ayahku. Mata ayah yang awalnya menatap ke layar tv, seketika langsung menatapku.
“Sudah. Lupakan dia. Cari pria lain. Ayah tidak peduli kau akan menikah di usia berapa. Ayah juga tidak peduli dengan siapa kau akan menikah. Yang ayah pedulikan hanyalah kebahagiaanmu. Siapapun pasanganmu kelak, dia harus bisa membuat anak kesayangan ayah bahagia!” jawab ayah tegas.
Aku menangis mendengar jawaban ayah. Aku mendatangi ayah dan langsung memeluknya. Tangisku pecah saat ayah mengelus kepalaku. Terima kasih ayah. Terima kasih.
##########
Aku baru saja selesai mandi. Saat masuk ke dalam kamar, hapeku berbunyi. Aku mengambil hapeku yang tergeletak di atas meja riasku.
“Jong Suk?” ucapku saat melihat nama peneleponku. Aku langsung mengangkatnya.
“Nunaaaaaaa!!!!” serunya dari seberang telepon.
Aigoooo…. Anak ini! Selalu saja!
“Ada apa?” tanyaku.
“Ayo kita jalan-jalan!” ajaknya.
“Kemana? Males ah. Hari ini aku ingin di rumah saja,”
“Kok gitu? Tadi nuna mau-mau saja diajak pergi Si Young nuna, kenapa sekarang nuna malah tidak mau pergi denganku?”
“Kau tahu dari mana tadi aku berencana pergi dengan Si Young?”
“Si Young nuna yang memberitahuku. Dia merasa bersalah karena tidak jadi pergi denganmu, makanya tadi dia menghubungiku,”
Aiiihhh… Dasar Si Young!
Tiba-tiba bel rumahku berbunyi. Aku berjalan menghampiri layar monitor untuk melihat siapa yang datang.
“Jong Suk?!” seruku saat melihat layar.
“Halo nuna! Aku sudah datang! Cepat buka pintunya!” serunya.
Aku menutup telepon lalu membukakan pintu untuk Jong Suk.
“Siapa yang datang?” tanya ibu menghampiriku diikuti ayah.
Jong Suk membuka pintu.
“Selamat siang paman, bibi!” ucap Jong Suk membungkuk pada kedua orang tuaku. Dia membawa sekotak minuman gingseng, lalu menyerahkan minuman itu pada ibuku.
“Terima kasih nak,” ucap ibuku sambil tersenyum. Jong suk pun membalas senyum ibuku.
“Oh iya, hari ini aku ingin membawa nuna pergi keluar untuk menghirup udara segar. Boleh kan paman?” tanya Jong Suk pada ayahku. Ayahku menatap ibuku.
“Te…tentu saja.” Jawab ibuku.
“Terima kasih paman, bibi!” ucap Jong Suk tersenyum ramah pada orang tuaku. Lalu dia menatapku.
“Cepat lah siap-siap nuna! Aku akan menunggumu,” ucapnya.
“Anak ini… Selalu saja…” ucapku dalam hati. Tanpa sadar aku menyunggingkan senyum kecil di bibirku.
##########
Bersambung ke Chapter 4
0 comments:
Post a Comment
Silahkan bagi yang ingin berkomentar ^_^