Get me outta here!

Monday, December 17, 2018

FanFiction : With You, I'm Happy Chapter 10



Cast :
Han Ye Ri    ( 35 tahun )
Lee Jong Suk     ( 30 tahun )
Lee Si Young    ( 35 tahun )
Song Chang Eui    ( 40 tahun )
No Min Woo    ( 35 tahun )

*Nama dan karakter lainnya yang ada dalam FF ini hanyalah imajinasi author belaka.

Note:
Ini FF pertama author, jadi pasti bakal banyak banget kekurangannya. Jujur aja, sebenernya kurang pede juga mau bikin FF kayak gini. Karena ini bener-bener pertama kalinya author bikin FF dan dipublikasikan. Gak tau deh gimana nanti hasilnya. Silahkan kalian nilai sendiri. Kalau emang ternyata banyak kekurangan, tolong kasih saran. Tapi saran yang membangun ya! Jangan komen-komen yang bernada  nyinyiran! Hati author selembut kapas jadi kalo ada yang nyinyir rasanya langsung perih-perih gimana gitu T_T
Oh iya! Ini FF murni hasil pemikiran author. Jadi tolong jangan di copy sembarangan terus di reupload di tempat lain! Sedih banget tau rasanya kalo hasil kerja keras kita di copy paste sembarangan T_T
Oke deh! Tanpa perlu berlama-lama, silahkan kalian baca sendiri ya FF nya. Silahkan kalo ada yang mau komen yaaa…


Chapter 10

Ye Ri POV

Suasana di ruang guru mendadak ramai. Para guru heran dengan pipi Jong suk yang lebam.
“Ya Jong Suk! Ada apa denganmu? Apa kau habis berkelahi?” tanya Pak Dong Geun, guru kesenian.
“Hahaha… Bukan pak. Saat lewat taman dekat rumahku kemarin, ada anak-anak SMA sedang bermain bola. Salah satu dari mereka tidak sengaja menendang bola mengenai wajahku,” jawab Jong Suk berbohong.
“Apa tendangannya kuat sekali? Wajahmu sampai lebam seperti itu…” tanya Bu Ji Hyo, guru sejarah, dengan raut wajah khawatir.
“Ya begitulah bu,” jawabnya sambil menoleh ke arahku. Aku hanya tersenyum melihatnya. Seharian ini Jong Suk menjadi pusat perhatian seluruh orang di sekolah. Banyak sekali yang menanyakan tentang wajahnya yang lebam. Murid-murid putrid dan juga guru-guru wanita begitu sangat khawatir melihat wajah Jong Suk. Mereka selalu saja mengerumuni Jong Suk. Bahkan banyak juga yang membelikan makanan untuknya.
Aku jadi kesal sendiri melihatnya. Jong Suk kan hanya lebam di wajah, bukannya kelaparan! Kenapa mereka jadi heboh sekali memberikannya berbagai macam makanan?! Belum lagi perhatian yang bertubi-tubi. Kuakui, aku cemburu melihatnya. Huh!

##########

Seharian ini moodku sedang jelek. Itu karena dari pagi tadi, Jong Suk selalu dikerumuni oleh para guru wanita dan juga murid-murid putri. Aku jadi tidak punya kesempatan mengobrol dengan Jong Suk. Bahkan saat kami mau pulang pun, masih ada beberapa murid putri yang menghampiri Jong Suk.
“Jong Suk-ah, kutunggu di halte saja ya,” ucapku sambil berlalu.
“Ah! Nuna!” panggil Jong Suk. Tapi aku tidak menoleh. Aku terus saja berjalan. Percuma juga aku menunggunya. Dia kan sedang disibukkan dengan para murid wanita yang mengerubunginya.
Sesampainya di halte, aku langsung duduk dengan kesal. Kurang lebih 5 menit kemudian dia datang sambil menenteng tas plastik. Pasti isinya makanan dari para murid wanita itu, pikirku.
“Nuna, kenapa kau tadi menungguku?” tanya Jong Suk duduk di sebelahku.
“Kau kan sedang repot dengan anak-anak, jadi aku tidak ingin mengganggumu,” ucapku tanpa menoleh padanya.
“Tapi kan nuna bisa menungguku sebentar,” ucapnya lagi.
Bis yang akan kami naiki, datang. Tanpa menjawab pertanyaannya dan tanpa menoleh ke arahnya, aku langsung naik ke dalam bis. Jong Suk heran melihat tingkahku. Dia kemudian menyusulku naik lalu duduk di sampingku.
“Nuna kenapa?” tanyanya.
“Memangnya aku kenapa?” ucapku balik bertanya.
“Kenapa nuna jadi marah seperti ini? Apa aku membuat kesalahan?”
“Tidak,” jawabku cuek.
“Lalu kenapa nuna marah?” tanyanya lagi. Aku diam saja sambil memandang ke luar jendela bis yang sedang berjalan.
“Apa… Apa nuna cemburu?” tanyanya.
Aku langsung menoleh ke arahnya. Tidak kusangka dia akan bertanya seperti itu.
“Ap…apa maksudmu?” tanyaku tergagap.
“Aku tidak cemburu!” jawabku.
Jong Suk menatapku. Kenapa dia menatapku? Mendadak wajahku jadi panas.
“Kenapa wajah nuna jadi merah?” tanyanya tersenyum kecil.
Aku sontak memegang wajahku.
“Ti…tidak! Wajahku tidak merah kok!” jawabku sambil memalingkan wajahku darinya.
Aku bisa mendengar Jong Suk tertawa kecil.
“Baiklah kalau begitu. Terserah nuna saja,” jawabnya sambil mengusap-usap kepalaku.
Aku diam saja diperlakukan seperti itu. Sepanjang perjalanan, kami diam, tidak bicara satu sama lain.

***

Saat sampai halte tujuan, kami langsung turun. Kami pun berjalan menuju rumahku. Sambil berjalan, aku mencuri-curi pandang ke arah Jong Suk. Tiba-tiba Jong Suk menoleh ke arahku. Aku pun langsung refleks membuang muka. Tanpa kusadari, Jong Suk tersenyum melihat tingkahku. Tidak lama, kami sampai di rumah ku.
“Hhmm… apa kau mau mampir dulu?” tanyaku basa basi. Aku memang menghadap Jong Suk, tapi aku tidak berani menatap mata Jong Suk.
“Lain kali saja nuna. Sebaiknya aku langsung pulang,” jawabnya.
“Baiklah. Hati-hati kalau begitu,” jawabku lalu berbalik.
Tiba-tiba Jong Suk memelukku dari belakang.
“Ap…ap…apa…apa yang kau lakukan Jong Suk?” tanyaku tergagap malu.
“Saranghae nuna…” jawabnya berbisik di dekat telingaku.
Aku melotot kaget mendegar ucapannya.
“Ap..ap…ap..” aku kembali tergagap.
 Dia melepaskan pelukannya. Lalu dia membalikkan badanku menghadapnya. Kedua tanggannya menggenggam kedua tanganku.
“Aku mencintaimu nuna. Aku sangat mencintaimu,” ucapnya lagi dengan wajah serius. Aku melongo dibuatnya. Kemudian dia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah kotak kecil. Dia lalu berlutut dengan satu kaki. Kemudian dia membuka kotak itu. Ada cincin di dalamnya. Tanpa permata, tanpa berlian. Hanya cincin emas biasa. Persis seperti mimpiku dulu. Tapi dengan pria berbeda.
“Nuna… Han Ye Ri… Maukah kau menikah denganku?” tanyanya dengan wajah penuh harap.
Aku tidak mampu mengatakan apapun saat ini. Yang bisa kulakukan hanyalah mengulum bibirku. Mataku mulai berair. Bukan karena sedih. Tapi karena bahagia.
“Iya! Aku mau! Tentu saja aku mau!” jawabku meneteskan air mata. Jong Suk langsung tersenyum senang. Dia langsung berdiri, kemudian memasangkan cincin itu ke jari manisku. Aku terkesima memandangi cincin itu. Kemudian aku mendongak menatapnya. Dia tampak sangat bahagia.
Aku langsung memeluknya. Dia pun membalas pelukanku dengan erat. Orang-orang di sekitar kami bertepuk tangan. Mereka juga mengucapkan selamat. Tanpa kusadari, ternyata banyak orang yang menyaksikan ‘prosesi lamaran’ kami.
Kami membungkuk ke mereka. Lalu mengucapkan terima kasih. Aku lalu mengajak Jong Suk masuk ke dalam rumah. Aku sudah tidak sabar mengabarkan kabar bahagia ini ke orang tuaku. Saat masuk ke dalam, kulihat suasana rumah sepi. Sepertinya ayah dan ibu ada di kamar. Tapi ternyata tidak ada. Aku memanggil-manggil ayah dan ibuku. Tapi tidak ada jawaban.
Aku menyuruh Jong Suk untuk duduk. Lalu aku menghubungi ponsel ibu.
“Halo?” ucap ibu dari seberang telepon.
“Ayah dan ibu dimana?” tanyaku.
“Kami sedang pergi belanja ke supermarket. Selah itu kami ingin mengunjungi bibimu. Sudah lama kami tidak mengunjunginya. Memangnya kenapa?” tanya ibu.
“Tidak apa-apa. Ya sudah kalau begitu. Ayah dan ibu hati-hati di jalan ya!” seruku lalu menutup telepon.
Aku tidak mau menceritakan kabar membahagiakan ini melalui telepon. Aku ingin langsung melihat reaksi mereka. Aku tersenyum, lalu membalikkan badanku ke arah Jong Suk. Aku pun mengahmpirinya yang sedang duduk di sofa.
“Paman dan bibi kemana nuna?”tanyanya. aku merengut.
“Kenapa masih memanggil dengan sebutan ‘nuna’?” tanyaku kesal. Dia tersenyum.
“Memangnya nuna mau dipanggil apa?” tanyanya sambil membelai kepalaku.
“Hhhmmm… Chagi?” usulku.
“Baiklah chagi,” balasnya sambil mengacak-acak rambutku.
“Iiihhh…” ucapku pura-pura kesal. Kami tertawa.
“Eehhmm.. Jong suk-ah?”
“Hhmm??”
“Kenapa kau bisa menyukaiku?”
“Maksudnya?”
“Kau kan sangat tampan. Kau juga masih muda. Kenapa kau malah menyukaiku? Kenapa tidak menyukai wanita lain yang lebih muda dan lebih cantik dariku?” tanyaku penasaran.
Dia menatapku dengan lembut, lalu menjawab, “Aku mulai menyukaimu sejak kau memelukku.”
“Memelukmu? Kapan?”
“Apa kau ingat kejadian dua tahun lalu saat kita bertemu ayahku di taman?”
Aku mengangguk. Tentu saja aku ingat. Aku bahkan masih ingat dengan jelas.
“Saat itu kau memelukku untuk menenangkanku. Pelukanmu membuatku merasa sangat damai. Aku merasa sangat aman dalam pelukanmu. Sejak saat itu, perlahan-lahan aku mulai menyukaimu. Senyummu, tawamu, tingkah konyolmu, kepribadianmu yang aneh… Semuanya… Aku mulai menyukai semua hal yang ada pada dirimu,” jawabnya sambil tersenyum. Aku pun ikut tersenyum mendengar jawabannya.
“Jadi… kau sudah lama menyukaiku?” tanyaku memastikan.
“Iya. Tapi saat itu kau kan masih menjalin hubungan dengan Min Woo hyung. Tidak mungkin aku merebutmu. Yang bisa kulakukan hanyalah menjadi rekan kerja dan adik yang baik untukmu,” ucapnya sambil memencet pelan hidungku.
Aku semakin senang mendengar jawabannya. Aku pun memeluknya. Dia kembali mengelus kepalaku.
“Lalu cincin ini? Kapan kau membelinya?” tanyaku setelah melepaskan pelukanku.
“Semalam. Sepulangnya aku dari rumah sakit, aku mampir ke toko perhiasan. Aku memang sudah berencana untuk melamarmu. Jadi, aku membeli cincin ini,” jawabnya sambil menunjuk cincin yang ada di jari manisku.
“Tapi bagaimana kau bisa tahu ukuran jariku? Dan lagipula kenapa kau ingin melamarku? Memangnya selama ini kau sudah mengetahui perasaanku?” tanyaku semakin penasaran.
“Kau ini terlalu banyak bertanya!” serunya sambil mencolek hidungku. Aku hanya cengengesan.
“Tapi tidak apa-apa. Akan kujawab semua pertanyaanmu,” ucapnya sambil membenarkan posisi duduknya.
“Awalnya aku ragu mengenai perasaanmu padaku. Aku memang merasa akhir-akhir ini hubungan kita semakit dekat. Tapi aku masih ragu kau sudah move on dari Min Woo hyung apa belum. Tapi aku akhirnya membulatkan tekadku untuk menyatakan perasaanku. Kupikir, kalau tidak kucoba ya aku tidak akan pernah tahu jawabannya kan?” tanyanya sambil mencubit pipiku pelan.
“Kemudian mengenai masalah ukuran jarimu itu, aku tahu dari Si Young nuna,”
“Si Young?” tanyaku kaget.
“Iya. Dua hari yang lalu aku menghubungi Si Young nuna. Aku bilang padanya bahwa aku ingin menyatakan perasaanku padamu. Dia langsung teriak kesenangan saat aku mengatakan itu. Lalu dia bertanya padaku apa aku benar-benar mencintaimu atau tidak,” ucapnya berhenti sejenak.
“Lalu?” tanyaku penasaran.
“’Tentu saja Nuna!’ begitu jawabanku. Lalu dia bilang ‘kalau begitu langsung lamar saja dia’. Awalnya aku kaget mendengar sarannya. Tapi kemudian Si Young nuna memberitahuku mengenai perasaanmu padaku. Karena itu lah aku semakin yakin untuk melamarmu. Sebenarnya aku bingung kapan waktu yang tepat untuk menyatakan perasaanku. Tapi tadi saat kau cemburu, aku merasa ini lah saatnya bagiku untuk mengungkapkan perasaanku padamu,” ucapnya tersenyum lebar.
Mendengar semua penjelasannya, aku pun langsung menciumnya.
CUP!
Aku mencium bibirnya sekilas.
Dia awalnya kaget, tapi lanlu bertanya,”Kenapa hanya sebentar?”
Dia lalu memeluk pinggangku, lalu menarikku mendekat. Dia menciumku bibirku. Aku refleks mengalungkan tanganku ke lehernya. Dia pun semakin erat memelukku. Kami berciuman cukup lama. Tapi tiba-tiba…
“Akh!” dia kesakitan memegangi ujung bibirnya.
Ah iya! Aku lupa! Bibirnya kan juga terluka. Aku tadi terlalu bersemangat menciumnya.
“Kau tidak apa-apa? Pasti sakit ya?” tanyaku khawatir.
“Tidak apa-apa kok,” jawabnya meringis kesakitan.
“Ayo lanjutkan lagi,” ucapnya sambil tersenyum nakal.
“Apanya?” tanyaku. Dia memoncongkan bibirnya. Aku tersenyum.
“Tidak boleh!” jawabku sambil masih tetap memeluk lehernya.
“Kenapa?” tanyanya protes.
“Bibirmu sedang terluka. Nanti saja kita lanjutkan lagi,”
“Kapan?”
“Saat bibirmu sudah sembuh,”
“Apa???” Jong Suk memasang tampang memelas. Aku tertawa geli melihatnya.
“Nanti kalau bibirmu sudah sembuh, kapan pun kau minta cium, pasti akan kukabulkan!” seruku menggodanya.
“Benarkah? Kau tidak bohong?” tanyanya penuh semangat.
“He-em… Tentu saja. Aku janji!”
“Hhmm… Oke! Baiklah kalau begitu. Kau sudah berjanji. Kau tidak boleh mengingkarinya!” serunya sambil meng-antuk-kan kepalanya dengan kepalaku secara pelan.
Aku hanya tertawa menanggapinya. Dia pun ikut tertawa. Lalu aku memeluknya dengan erat.
“Terima kasih Jong Suk-ah. Terima kasih karena telah hadir dalam hidupku. Kau membuatku sangat bahagia!” bisikku di telinganya.
Jong Suk tersenyum mendengarnya. Dia lalu memelukku semakin erat.
Aaahhh! Bahagia sekali rasanya aku hari ini! Sangat! Sangat! Sangat bahagia!

                                                              - FIN -



Note:
Yeay!!! Akhirnya tamat jugaaa!!! Sebenernya pas awal bikin FF ini, niatnya tuh cuma pengen bikin FF yang pendek-pendek aja. Tapi entah mengapa, imajinasi author malah melebar kemana-mana. Hahahaha….
Walaupun ceritanya amburadul, tapi author berharap banget kalian suka sama FF ini!
Kalo kalian ngerasa di FF ini banyak kekurangan, monggo kasih saran aja nggak apa-apa. Author malah seneng kalo ada yang mau ngasih saran. Tapi sekali lagi author ingetin! Kasih saran yang membangun! Jangan hanya bisa komentar nyinyir tapi nggak bisa ngasih solusi apa-apa! Lembut banget nih soalnya hati author T_T
Author sadar kok kalo dalam FF ini banyak banget kalimat yang membingungkan. Itu karena author sendiri juga bingung gimana mau ngejelasin suatu adegan atau gerakan ke dalam tulisan. Jadi, author berharap banget kalian mau ngasih masukan kalo emang ada kalimat yang menurut kalian ngebingungin.
Oke deh cukup sekian dulu penutup dari author. Author mau nyari wangsit dulu nih buat bikin FF berikutnya. Jangan bosen-bosen mampir ke blog geje ini yaaaa….
Buh byeeee………




Kembali ke  Chapter 1

0 comments:

Post a Comment

Silahkan bagi yang ingin berkomentar ^_^